Jumat, 11 Mei 2012

Waspada, Depresi menunggu di balik Kekayaan Anda

Pepatah yang mengatakan bahwa kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang itu mungkin ada benarnya.

Riset yang dilakukan oleh Northwestern University, Illinois, menemukan bahwa orang yang mengutamakan hidup makmur, memiliki status di masyarakat serta barang-barang mewah, ternyata lebih rentan terhadap depresi.

"Hal ini terlepas dari tipe kepribadian yang dimiliki. Hasil temuan kami memperlihatkan bahwa konsep materialistis itu di masa sekarang bukan lagi menjadi masalah personal, melainkan berkaitan dengan lingkungan," kata psikolog Galen V. Bodenhausen, salah satu peneliti.
Diungkapkan juga bahwa sebagian besar orang yang sering berada dalam situasi yang mendorong mereka untuk berpikir konsumtif, ternyata memiliki kecenderungan untuk mengalami beberapa masalah kesehatan tertentu. 

Hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Psychological Science ini memaparkan bahwa orang yang hidupnya dikelilingi oleh barang-barang mewah, mulai dari mobil, barang elektronik, hingga perhiasan, ternyata lebih rentan terhadap serangan depresi dan kecemasan berlebihan. Hal ini berbeda jauh dari mereka yang memiliki kehidupan yang jauh dari kemewahan.
Selain itu, orang-orang yang terbiasa hidup mewah ini juga cenderung kurang tertarik pada aktivitas sosial seperti pesta, dan lebih suka hidup menyendiri dibandingkan orang lain. Hanya sedikit dari mereka yang mau meluangkan waktunya untuk kegiatan sosial, seperti menjadi sukarelawan. 

Temuan ini, menurut Bodenhausen, memiliki dampak sosial maupun personal.
"Mengingat ini adalah masalah yang terbentuk dari lingkungan, kita bisa berusaha secara proaktif untuk mengatasinya. Antara lain dengan menghindari berbagai faktor yang bisa menstimulasi tumbuhnya pola pikir materialistis. Yang paling jelas adalah iklan," papar Bodenhausen. "Jadi, kurangi saja waktu menonton televisi."